Halaman

Selasa, 04 November 2014

AWAL MULA O.S. ANDROID

Android Inc, adalah sebuah perusahaan software kecil yang didirikan pada bulan Oktober 2003 di Palo Alto, California, USA. Didirikan oleh beberapa senior di beberapa perusahaan yang berbasis IT & Communication; Andy Rubin, Rich Miner, Nick Sears dan Chris White. Menurut Rubin, Android Inc didirikan untuk mewujudkan mobile device yang lebih peka terhadap lokasi dan preferensi pemilik. Dengan kata lain, Android Inc, ingin mewujudkan mobile device yang lebih mengerti pemiliknya. Sejarah Android dimulai dari sini.

Google dan Sejarah Android

Konsep yang dimiliki Android Inc, ternyata menggugah minat raksasa Google untuk memilikinya. Pada bulan Agustus 2005, akhirnya Android Inc diakuisisi oleh Google Inc. Seluruh sahamnya dibeli oleh Google. Nilai pembelian Android Inc ini oleh google tidak ada release pastinya. Tetapi banyak yang memperkirakan nilai pembelian Android Inc oleh Google adalah sebesar USD 50 juta. Saat itu banyak yang berspekulasi, bahwa akuisisi ini adalah langkah awal yang dilakukan Google untuk masuk ke pasar mobile phone.
Andy Rubin, Rich Miner, Nick Sears dan Chris White tetap di Android Inc yang dibeli Google, sehingga akhirnya mereka semua menjadi bagian dari raksasa Google dan sejarah android. Saat itulah mereka mulai menggunakan platfor linux untuk membuat sistem operasi bagi mobile phone.

Sejarah Android dan Open Handset Alliance

Pada bulan nopember 2007, terbentuklan Open Handset Alliance yang merupakan konsorsium dari beberapa perusahaan : Broadcom Corporation, Google, HTC, Intel, LG, Marvell Technology Group, Motorola, Nvidia, Qualcomm, Samsung Electronics, Sprint Nextel, T-Mobile dan Texas Instruments. Mereka sepakat untuk membuat open standart bagi mobile phone. Pada hari yang sama, mereka mengumumkan produk pertama mereka, yaitu Android yang berbasis Linux kernel versi 2.6.
Bulan Desember 2008, bergabunglah 14 perusahaan lainnya yaitu : ARM Holdings, Atheros Communications, Asustek Computer Inc, Garmin Ltd, PacketVideo, Softbank, Sony Ericsson, Toshiba Corp dan Vodafone Group Plc. Hal ini merupakan langkah besar dalam sejarah Android untuk menjadi pemimpin dalam sistem operasi untuk mobile phone.
Beberapa Versi release resmi AndroAndroid versi 1.1
Android Cupcake versi 1.5
Android Doughnut versi 1.6
Android Eclair versi 2.1
Android Froyo versi 2.2
Android Gingerbread 2.3
Android Honeycomb 3.x
Android Ice Cream Sandwich 4.x

Android versi 1.1
Google merilis Android versi 1.1, pada 9 Maret 2009. Android versi ini dilengkapi dengan pembaruan estetis pada aplikasi, jam alarm, pencarian suara, pengiriman pesan dengan gmail, dan pemberitahuan email.
Android Cupcake versi 1.5
Google kembali merilis telepon seluler dengan menggunakan Android dan Software Development Kit (SDK) dengan versi 1.5, pada pertengahan Mei 2009. Dalam android versi 1.5 terdapat penambahan fitur seperti kemampuan merekam dan menonton video dengan modus kamera, mengunggah video ke Youtube dan gambar ke Picasa langsung dari telepon, dukungan Blouetooth A2DP, bisa terhubung secara otomatis ke headset Bluetooth, animasi layar, dan keyboard pada layar yang dapat disesuaikan dengan sistem.

Android Doughnut versi 1.6
Sistem ini diberi nama Doughnut 2.1 . Salah satu ponsel yang juga memaki sistem operasi tersebut adalah HTC G1. Doughnut juga memberi fitur lebih daripada OS Android 1.5 Cupcake. Fitur terbarunya adalah kamera, camcorder, galeri yang dintegrasikan, dan pengguna dapat menghapus foto di galeri.Versi ini dirilis September 2009.

Android Eclair versi 2.1
Sistem Operasi ini dirilis pada tanggal 26 Oktober 2009. Yang berubah dari versi ini salah satunya adalah tanpilannya. Selain itu, Android Eclair juga mengalami peningkatan dalam akun email, dimana kita dapat memiliki beberapa akun email sekaligus atau disebut multiple account. Koneksi bluetooth dalam Eclair juga telah diperbaharui ke versi 2.1 . Yang paling anyar adalah fitur Live Wallpaper yaitu wallpaper yang dapat bergerak menggunakan animasi sehingga wallpaper terkesan lebih nyata.

Android Froyo (Frozen Yoghurt) versi 2.2
Android Eclair, dirilis pada tanggal 20 Mei 2010. Pastinya versi ini memiliki performa, memori, dan kecepatan yang lebih tinggi. Disediakan pula fitur untuk menon-aktifkan paket data yang memungkinkan kita yang masih remaja menghemat pulsa dalam penggunaan Android karena memang OS Android membutuhkan koneksi terus-menerus yang menguras pulsa. Yang membuat versi ini berbeda dari versi sebelumnya adalah kemampuan untuk melakukan Tethering, dimana gadget Android kita dapat dijadikan hotspot Wi-Fi! Mayoritas handphone Android sekarang menggunakan versi ini khususnya Samsung Galaxy Series.

Android Gingerbread 2.3
Versi ini baru saja dirilis pada tanggal 6 Desember 2010. Versi ini lebih ditujukan kepada smartphone yang memiliki prosesor dan layar yang lebih besar. Versi ini juga telah menyediakan fitur copy/paste yang telah dinanti-nantikan banyak orang. Selain itu diberikan pula Download Manager yang baru untuk kemudahan mengorganisir file-file yang di-download di Android anda. Fitur ini juga mengalami peningkatan di permainan. Fitur utama dari si Roti Jahe ini adalah NFC alias Near Field Communication. Fitur ini memungkinkan kita untuk membayar barang-barang, mendapat informasi di museum, bahkan memesan tiket pesawat langsung di tempat-tempat yang telah memiliki tag NFC.

Android Honeycomb 3.1
Android Honeycomb dirancang khusus untuk tablet. Android versi ini mendukung ukuran layar yang lebih besar. User Interface pada Honeycomb juga berbeda karena sudah didesain untuk tablet. Honeycomb juga mendukung multi prosesor dan juga akselerasi perangkat keras (hardware) untuk grafis. Tablet pertama yang dibuat dengan menjalankan Honeycomb adalah Motorola Xoom. Perangkat tablet dengan platform Android 3.0 sudah hadir di Indonesia. Misalnya Asus Eee Pad Transformer, Samsung Galaxy Tab 8.9 dan 10.1, dan lain-lain.

MAKALAH TENTANG STATUS DAN KELAS SOSIAL

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”. Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah: “Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai: “the various facets of the decision of the decision process by which customers come to purchase and consume a product”. Dapat dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Perilaku Konsumen” yang diberikan oleh Bapak Seno. Selain itu, agar materi yang ada dalam makalah ini dapat memberikan manfaat untuk para pembacanya.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud tentang status sosial, definisi sosial, dan peranan sosial?
b. Bagaimana dampak yang ditimbulkan karena adanya status sosial?
c. Bagaimana pengaruh Diferensiasi Sosial dan Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat?
d. Bagaimana sikap masyarakat akibat perbedaan status sosial dan peranan sosial?

Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pembahasan masalah dalam makalah ini ialah segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah seputar status sosial, kelas sosial, dan peranan sosial









BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Kelas Sosial
Berdasarkan karakteristik Stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Istilah kelas memang tidak selalu memiliki arti yang sama, walaupun pada hakekatnya mewujudkan sistem kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Pengertian kelas sejalan dengan pengertian lapisan tanpa harus membedakan dasar pelapisan masyarakat tersebut.

Kelas Sosial atau Golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi.
Jadi, definisi Kelas Sosial atau Golongan Sosial ialah:
Sekelompok manusia yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonomi.
Klasifikasi Kelas Sosial
Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:
a. Berdasarkan Status Ekonomi.
1) Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
- Golongan sangat kaya;
- Golongan kaya dan;
- Golongan miskin.



Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:
1 = golongan sangat kaya
2 = golongan kaya
3 = golongan miskin
Golongan pertama : merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
Golongan kedua : merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
Golongan ketiga : merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.




2) Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c. Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.

3) Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a. Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)
1. Upper-upper class
2. Lower-upper class
3. Upper-middle class
4. Lower-middle class
5. Upper-lower class
6. Lower-lower class
Kelas sosial pertama : keluarga-keluarga yang telah lama kaya.
Kelas sosial kedua : belum lama menjadi kaya
Kelas sosial ketiga : pengusaha, kaum professional
Kelas sosial keempat : pegawai pemerintah, kaum semi profesional, supervisor, pengrajin terkemuka
Kelas sosial kelima : pekerja tetap (golongan pekerja)
Kelas sosial keenam : para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang bergantung pada tunjangan.





4) Dalam masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:
1. Kelas puncak (top class)
2. Kelas menengah berpendidikan (academic middle class)
Kelas menengah ekonomi (economic middle class)
3. Kelas pekerja (workmen dan Formensclass)
4. Kelas bawah (underdog class)



b. Berdasarkan Status Sosial
Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang rendah.
Contoh :
Pada masyarakat Bali, masyarakatnya dibagi dalam empat kasta, yakni Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra. Ketiga kasta pertama disebut Triwangsa. Kasta keempat disebut Jaba. Sebagai tanda pengenalannya dapat kita temukan dari gelar seseorang. Gelar Ida Bagus dipakai oleh kasta Brahmana, gelar cokorda, Dewa, Ngakan dipakai oleh kasta Satria. Gelar Bagus, I Gusti dan Gusti dipakai oleh kasta Waisya, sedangkan gelar Pande, Khon, Pasek dipakai oleh kasta Sudra.
c. Berdasarkan Status Politik
Secara politik, kelas sosial didasarkan pada wewenang dan kekuasaan. Seseorang yang mempunyai wewenang atau kuasa umumnya berada dilapisan tinggi, sedangkan yang tidak punya wewenang berada dilapisan bawah. Kelompok kelas sosial atas antara lain:
- pejabat eksekutif, tingkat pusat maupun desa.
- pejabat legislatif, dan
- pejabat yudikatif.
Pembagian kelas-kelas sosial dapat kita lihat dengan jelas pada hirarki militer.
A. Kelas Sosial Atas (perwira)
Dari pangkat Kapten hingga Jendral
B. Kelas sosial menengah (Bintara)
Dari pangkat Sersan dua hingga Sersan mayor
C. Kelas sosial bawah (Tamtama)
Dari pangkat Prajurit hingga Kopral kepala

Pengertian Status Sosial
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
Pada semua sistem sosial, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami, ketua RW, ketua RT, Camat, Lurah, Kepala Sekolah, Guru dsbnya.
Dalam teori sosiologi, unsur-unsur dalam sistem pelapisan masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan ( role). Kedua unsur ini merupakan unsur baku dalam pelapisan masyarakat. Kedudukan dan peranan seseorang atau kelompok memiliki arti penting dalam suatu sistem sosial.
Apa itu sistem sosial ?
Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik dan tingkah laku individu-individu dalam masyarakat dan hubungan antara individu dan masyarakatnya. Status atau kedudukan adalah posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial atau kelompok masyarakat.
Cara Memperoleh Status
Bagaimana cara individu memperoleh statusnya? Cara-cara memperoleh status atau kedudukan adalah sbb:
a. Ascribed Status adalah keuddukan yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha. Status ini sudah diperoleh sejak lahir.
Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
b. Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan disengaja.
Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
c. Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis dan status melalui usaha. Status ini diperolah melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dsb.



Akibat Adanya Status Sosial
Kadangkala seseorang/individu dalam masyarakat memiliki dua atau lebih status yang disandangnya secara bersamaan. Apabila status-status yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan timbul apa yang dinamakan Konflik Status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari status sosial seseorang adalah timbulnya konflik status.

Macam-macam Konflik Status:
a. Konflik Status bersifat Individual:
Konflik status yang dirasakan seseorang dalam batinnya sendiri.
Contoh: - Seorang wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga
- Seorang anak harus memilih meneruskan kuliah atau bekerja.
b. Konflik Status Antar Individu:
Konflik status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena status yang dimilikinya.
Contoh: - perebutan warisan antara dua anak dalam keluarga
- Tono beramtem dengan Tomi gara-gara sepeda motor yang dipinjamnya dari kakak mereka.
c. Konflik Status Antar Kelompok:
Konflik kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Contoh: Peraturan yang dikeluarkan satu departemen bertentangan dengan peraturan departemen yang lain. DPU (Dinas Pekerjaan Umum) yang punya tanggung jawab terhadap jalan-jalan raya, kadang terjadi konflik dengan PLN (Perusahaan LIstrik Negara) yang melubangi jalan ketika membuat jaringan listrik baru. Pada waktu membuat jaringan baru tersebut, kadangkala pula berkonflik dengan TELKOM karena merusak jaringan telpon dan dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) karena membocorkan pipa air. Keempat Instansi tersebut akan saling berbenturan dalam melaksanakan statusnya masing-masing.
Pengertian Peranan Sosial
a. Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan).
Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya.
Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status
Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan. Kedudukan tidak berfungsi tanpa peranan, Contoh:
Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan disengaja.
Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
- Dalam rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak mempunyai anak.
- Seseorang tidak bisa memberikan surat Tilang (bukti pelanggaran) kalau dia bukan polisi.

Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama, seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu, karyawan kantor sekaligus (lihat gambar 2).

Konflik peranan timbul ketika seseorang harus memilih salah satu diantara peranannya misalnya sebagai ibu atau sebagai karyawan kantor.
b. Konflik Peranan
Konflik peranan timbul apabila seseorang harus memilih peranan dari dua atau lebih status yang dimilikinya. Pada umumnya konflik peranan timbul ketika seseorang dalam keadaan tertekan, karena merasa dirinya tidak sesuai atau kurang mampu melaksakan peranan yang diberikan masyarakat kepadanya. Akibatnya, ia tidak melaksanakan peranannya dengan ideal/sempurna.
Contoh: Ibu Tati sebagai seorang ibu dan guru di suatu sekolah. Ketika puterinya sakit, ia harus memilih untuk masuk mengajar atau mengantarkan anaknya ke dokter. Pada saat ia memutuskan membawa anaknya ke dokter, dalam dirinya terjadi konflik karena pada saat yang sama dia harus berperanan sebagai guru mengajar dikelas.

Tiga Cakupan Peranan Sosial
Peranan sosial dapat mencakup tiga hal berikut:
1. Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
Contoh: Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan dan suri teladan para anggotanya, karena dalam diri pemimpin tersebut tersandang aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya.
2. Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat.
Contoh: seorang ulama, guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi truktur sosial masyarakat.
Contoh: Suami, isteri, karyawan, pegawai negeri, dsb, merupakan peranperan dalam masyarakat yang membentuk struktur/susunan masyarakat.
Fungsi Peranan Sosial
Peranan memiliki beberapa fungsi bagi individu maupun orang lain. Fungsi tersebut antara lain:
1. Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan struktur masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu.
2. Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk membantu mereka yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut memerlukan pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb.
3. Peranan yang dimainkan seseorang juga merupakan sarana aktualisasi diri, seperti seorang lelaki sebagai suami/bapak, seorang wanita sebagai isteri/ ibu, seorang seniman dengan karyanya, dsb.

Pengaruh Diferensiasi Sosial dan Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat
A. Pengaruh Diferensiasi Sosial
Pada Modul terdahulu Anda telah mempelajari Diferensiasi Sosial. Masih ingatkah Anda perbedaaan antara Kemajemukan Sosial dengan Heterogenitas Sosial? Ada dua hal dalam Diferensiasi Sosial yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat di Indonesia. Mari kita bahas:
a. Kemajemukan Sosial : pengelompokkan masyarakat secara horisontal yang didasarkan pada adanya perbedaan Ras, Etnis (suku bangsa), klen, agama dsbnya.

Kemajemukan masyarakat Indonesia terbentuk karena beberapa hal seperti:
- Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beberapa ribu pulau besar kecil dari barat sampai ke timur yang kemudian tumbuh menjadi satu kesatuan sukubangsa yang melahirkan berbagai ragam budaya.
- Indonesia terletak antara dua titik silang samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak strategis ini merupakan daya tarik bagi bangsa-bangsa asing datang dan singgah di wilayah ini sehingga Amalgamasi (perkawinan campur) dan Asimilasi (perbauran budaya) diantara kaum pendatang dan penduduk asli maupun antara kaum pendatang sendiri terjadi. Hal demikian membuat masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai ras, etnis dan sebagainya.
- Iklim yang berbeda antara daerah satu dengan daerah lain menimbulkan perbedaan mata pencaharian penduduknya. Contoh: orang yang tinggal di wilayah pedalaman cenderung bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan yang tinggal di wilayah pantai sebagai nelayan/pelaut.


b. H e t e r o g e n i t a s
Ada dua macam Heterogenitas, yakni:
1) Heterogenitas masyarakat berdasarkan profesi/pekerjaan.
Masyarakat Indonesia yang besar ini penduduknya terdiri dari berbagai profesi seperti pegawai negeri, tentara, pedagang, pegawai swasta, dsbnya. Setiap pekerjaan memerlukan tuntutan profesionalisme agar dpat dikatakan berhasil. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu dan melatih ketrampilan yang berkaitan dengan setiap pekerjaan. Setiap pekerjaan juga memiliki fungsi di masyarakat karena merupakan bagian dari struktur masyarakat itu sendiri. Hubungan antar profesi atau orang yang memiliki profesi yang berbeda hendaknya merupakan hubungan horisontal dan hubungan saling menghargai biarpun berbeda fungsi, tugas, bahkan berbeda penghasilan.
2) Heterogenitas atas dasar jenis kelamin.
Di Indonesia biarpun secara konstitusional tidak terdapat diskriminasi sosial atas dasar jenis kelamin, namun pandangan “gender” masih dianut sebagaian besar masyarakat Indonesia.
Pandangan gender ini dikarenakan faktor kebudayaan dan agama. Apabila kita melihat kemajuan Indoensia sekarang ini, banyak perempuan yang berhasil mengusai Iptek dan memiliki posisi yang strategis dalam masyarakat. Maka sudah selayaknya perbedaan jenis kelamin dikatagorikan secara horisontal, yaitu hubungan kesejajaran yang saling membutuhkan dan saling melengkapi.
Dari kedua macam Heterogenitas tersebut dapat ditarik kesimpulan : melalui Hetrogenitas memunculkan adanya profesionalismeprofesionalisme dalam pekerjaan, keterampilan-keterampilan khusus (skill), spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, penyadaran HAM, dsbnya.

B. Pengaruh Stratifikasi Sosial
Selain menimbulkan tumbuhnya pelapisan dalam masyarakat, juga munculnya kelas-kelas sosial atau golongan sosial yang telah kita pelajari pada Modul terdahulu.
Adanya pelapisan sosial dapat pula mengakibatkan atau mempengaruhi tindakan-tindakan warga masyarakat dalam interaksi sosialnya. Pola tindakan individu-individu masyarakat sebagai konsekwensi dari adanya perbedaan status dan peran sosial akan muncul dengan sendirinya.
Pelapisan masyarakat mempengaruhi munculnya life chesser & life stile tertentu dalam masyarakat, yaitu kemudahan hidup dan gaya hidup tersendiri. Misalnya, orang kaya (lapisan atas) akan mendapatkan kemudahankemudahan dalam hidupnya, jika dibandingkan orang miskin (lapisan bawah); dan orang kaya akan punya gaya hidup tertentu yang berbeda dengan orang miskin.
Sikap yang Relevan dalam Masyarakat Akibat Perbedaan Status Sosial dan Peranan Sosial
Perbedaan status dan peranan sosial dapat mengakibatkan munculnya pola tindakan masyarakat baik positif maupun negatif.
Bersifat positif, jika tindakan itu terintegrasi dalam kehidupan kolektif dengan norma-norma sosial, sehingga mendorong terwujudnya keteraturan sosial. Contoh: Apabila status dan peran guru dan mudid dilaksanakan dengan penuh tangung jawab, maka akan terciptalah suasana belajar, proses belajar-mengajar berjalan dengan baik dan teratur sesuai dengan norma-norma pendidikan. Dapatkah Anda memberi contoh yang lain? Misalnya di keluarga atau masyarakat sekitar Anda!
Bersifat negatif, jika tindakan warga masyarakat itu tidak integratif, timbul prasangka, kecemburuan sosial dan munculnya perilaku menyimpang yang menghambat pembaharuan dan mengganggu ketertiban masyarakat. Contoh: Pengendara motor yang ngebut tidak mematuhi rambu-rambu lalulintas, maka akan menimbukan perilaku menyimpang dan pada akhirnya mengganggu ketertiban di jalan raya.
Apabila digambarkan dalam bentuk bagan konsekwesnsi perbedaan peran dan status sosial terhadap pola tiAndakan dan interaksi sosial tampak dalam bagan berikut ini:

Hal yang paling menonjol dari dampak negatif pengaruh perbedaan peran dan status sosial dalam masyarakat adalah munculnya:
a. Konflik
- Menurut Dr. Robert MZ Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka seperti nilai, status, kekuasaan, dsbnya.
- Dalam pengertian Sosiologis konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
- Penyebab terjadinya konflik antara lain:
1. adanya perbedaan kepribadian diantara mereka, yang disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang kebudayaan.
2. adanya perbedaan pendirian atau perasaan antara individu yang satu dengan individu yang lain, sehingga terjadi konflik diantara mereka.
3. adanya perbedaan kepentingan individu atau kelompok diantara mereka.
4. adanya perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat karena adanya perubahan nilai/sistem yang berlaku.

- Bentuk-bentuk Konflik:
1. pertentangan pribadi artinya konflik yang berlangsung antara dua orang.
2. Pertentangan kelas sosial, artinya konflik antara kelas sosial yang ada dalam masyarakat.
3. konflik rasial, artinya konflik antar suku bangsa yang ada.
4. konflik internasional, artinya konflik yang terjadi antar negara yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan.

- Akibat-akibat Konflik:
1. Bertambah kuatnya rasa solidaritas antara sesama anggota
2. Hancurnya atau retaknya kasatuan kelompok
3. Adanya perubahan kepribadian seorang individu
4. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia


Bagaimana mengatasi Konflik?
Konflik dapat diatasi dengan jalan Akomodasi. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tesebut dengan bekerja sama.
b. Disintegrasi sosial
Yang dimaksud dengan disintegrasi ialah adanya kemerosotan integritas (persatuan & kesatuan) atau hancurnya kesatuan organisasi.
Munculnya disintegrasi dalam masyarakat sebagai akibat perbedaan peran dan status sosial tersebut dalam wujud antara lain:
- Prasangka
- Kecemburuan sosial
- Frustasi
- Agresivitas, dan
- Perilaku menyimpang.
Kondisi negatif tersebut di atas jika dibiarkan dan tidak ada tindakan untuk pengendaliannya akan mengakibatkan terganggunya ketertiban hidup bermasyarakat. Dengan demikian, pengendalian sosial untuk mengatasi gejolak sosial menjadi penting keberadaannya sebagai unsur pembentuk struktur masyarakat.















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Di dalam kehidupan masyarakat terdapat banyak perbedaan status sosial dan kelas sosial. Perbedaan status sosial dan kelas sosial tersebut menyebabkan adanya diferensiasi dan stratifikasi sosial . Meskipun demikian perbedaan status sosial dan kelas sosial ini tidak menyebabkan kesenjangan sosial di dalam kehidupan bermasyarakat.
Saran
Di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak boleh membeda – bedakan status sosial dan kelas sosial seseorang

Tentang Jokowi

Cerita Lucu dan Aneh Tentang Jokowi - Sebelum menjabat sebagai walikota Solo dan melenggang ke putaran kedua Pilgub DKI versi quick count, Jokowi (51) joko widodo bukan siapa-siapa. Ia adalah sosok apa adanya. Berikut kisah lucu pengusaha mebel sarjana kehutanan UGM yang mungkin agak aneh dilakukan seorang pejabat.



Hormat Grak!

Pada periode pertama (2005-2010) sebagai walikota Solo, Jokowi dilantik pada hari Jumat. Sabtu-Minggu libur. Senin pertama, Jokowi jadi inspektur upacara (irup). Semua proses lancar kecuali urusan hormat-menghormat. Saat komandan memerintahkan hormat, Jokowi hormat. Jokowi terus menghormat, lupa bahwa perintah komandan upacara sangat tergantung seberapa lama irup menghormat. "Kok nggak turun-turun tangan," pikir Jokowi kala itu. Beberapa peserta mulai tersenyum. Staf memberi kode agar Jokowi menurunkan tangan. Jokowi lantas menurunkan tangan dan komandan upacara pun meneriakkan, "Tegak Grak!" Penghormatan itu terjadi lebih dari satu menit, di luar batas kepantasan dalam upacara apapun.

Terjaring Razia

Meski mempunyai ajudan, Jokowi kadang enggan memakai protokoler. Suatu waktu ia bersepeda motor keliling kota. Di tengah jalan terlihat kerumunan orang. Saat melintas, Jokowi dihentikan polisi. Laiknya pengendara biasa, Jokowi menghentikan motornya dan mengeluarkan surat-surat kendaraan dan KTP. Polisi itu kemudian memeriksa. Ia baru tahu kalau pengendara motor tersebut adalah Jokowi setelah mengecek surat-surat kendaraan dan KTP. Karena saking banyaknya yang harus diperiksa atau memang tampang Jokowi memang tidak seperti walikota, Pak Polisi?

Manjat Pagar

Acara Pemkot kadang sampai malam. Pernah saat Jokowi pulang terlalu larut, pintu gerbang rumah dinas walikota, Loji Gandrung, tertutup rapat. Penjaga tak membukakan pintu meski dibel beberapa kali. Bukannya jengkel, Jokowi malah masuk ke rumah dinas dengan cara meloncat pagar. Aksi panjat pagar juga dilakukan saat Jokowi datang ke acara live Opera Van Java di Stadion R Maladi Solo. Jokowi tidak bisa masuk karena masyarakat berjubel. Ajudan ingin menyingkap kerumunan massa, tapi Jokowi melarang. Sang walikota pecinta musik metal itu memanjat pagar yang sepi penonton untuk bisa masuk stadion.

Paranormal?

Ketika menghadiri acara di sebuah kampung, staf menelepon ke Jokowi dan bilang bahwa di rumah dinas ada beberapa orang. "Cepat, Pak. Mereka sekarang ada di garasi," kata staf itu. "Katanya ada yang kesurupan," imbuh sang staf. Jokowi geleng-geleng kepala. "Masak walikota disuruh ngurusi orang kesurupan," pikirnya.Jokowi mempercepat acaranya, kemudian pulang. Di rumah dinas, beberapa orang terlihat was-was. Jokowi was-was juga tapi berusaha tenang. Dia masuk ke rumah dinas dan mengambil es dari kulkas. Dia meminta ajudan mengompres anak yang kesurupan dengan es. Karena hasilnya kurang mantap, Jokowi meminta beberapa orang mengangkat anak itu ke ruang tamu. Diusapnya wajah anak itu dengan es. Ajaibnya, anak itu langsung bangun dan mengucap terima kasih. "Tapi tolong, cerita ini jangan kedengaran banyak orang. Bisa-bisa rumah dinas saya penuh orang kesurupan," kata Jokowi enteng.

Jadi 'Dukun'

Seorang perempuan membawa anak datang ke kantor Jokowi di Balaikota Solo. Perempuan itu mengaku ingin bertemu dengan sang walikota. Ketika dikabari staf, Jokowi pun keluar. "Anak saya sakit, Pak. Panas. Nyebut-nyebut nama Pak Jokowi. Tolong disembuhkan," kata Jokowi menirukan ucapan sang perempuan. 23 Tahun menjadi pengusaha mebel dan menjadi walikota, tentu bukan bekal untuk bisa menyembuhkan 'penyakit' anak tersebut. Tapi Jokowi tak hilang akal. Dia masuk ke ruangan dan kembali sambil mengusap kepala anak itu. "Sudah, sembuh!" Besoknya Jokowi meminta ajudan mengecek nasib anak itu dan hebatnya, anak tersebut sembuh. "Sakti juga saya. Padahal nggak saya apa-apakan," kata Jokowi.

Minggu, 05 Oktober 2014

Makalah Tentang Gaya Hidup


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG.
Seiring dengan perkembangan zaman media massa tumbuh dan berkembang dengan subur, bak jamur dimusim hujan. Era globalisasi memiliki pengaruh yang kuat disegala dimensi kehidupan masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sosial baik secara positif maupun negatif. Perkembangan teknologi membuat masyarakat terapit diantara dua pilihan. Disatu pihak masyarakat menerima kehadiran teknologi, di pihak lain kehadiran teknologi modern justru menimbulkan masalah-masalah yang bersifat struktural yang kemudian merambah di semua aspek kehidupan masyarakat. Terkait dengan perkembangan teknologi yang berdampak kearah modernisasi, IPTEK merupakan yang paling pesat perkembangannya. Salah satu diantaranya yang cukup membuat masyarakat terkagum-kagum ialah perkembangan teknologi informasi.
Menurut Praktito (1979 : 36) dewasa ini kemajuan teknologi informasi yang menuju kearah globalisasi komunikasi dirasakan cenderung berpengaruh langsung terhadap tingkat peradaban masyarakat dan bangsa. Kita semua menyadari bahwa perkembangan teknologi informasi akhir-akhir ini bergerak sangat pesat dan telah menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap tata kehidupan masyarakat di berbagai negara. Kemajuan bidang informasi membawa kita memasuki abad revolusi komunikasi. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai “Ledakan Komunikasi” (Subrata, 1992).
Apabila globalisasi diartikan sebagai perkembangan kebudayaan manusia, maka globalisasi informasi dan komunikasi yang mucul karena perkembangan teknologi komunikasi, diartikan sebagai teknologi elektronika yang mampu mendukung percepatan dan meningkatkan kualitas informasi ini tidak mungkin lagi di dibatasi oleh ruang dan waktu (Wahyudi, 1990).
Media massa merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui media massa yang semakin banyak berkembang memungkinkan informasi menyebar dengan mudah di masyarakat. Informasi dalam bentuk apapun dapat disebarluaskan dengan mudah dan cepat sehingga mempengaruhi cara pandang, gaya hidup, serta budaya suatu bangsa. Maka tidak salah apa yang dikatakan Dennis McQuil bahwa “Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma”.
Arus informasi yang cepat menyebabkan kita tidak mampu untuk menyaring pesan yang datang. Akibatnya tanpa sadar informasi tersebut sedikit demi sedikit telah mempengaruhi pola tingkah laku dan budaya dalam masyarakat. Kebudayaan yang sudah lama ada dan menjadi tolak ukur masyarakat dalam berperilaku kini hampir hilang dan lepas dari perhatian masyarakat. Akibatnya, semakin lama perubahan-perubahan sosial di masyarakat mulai terangkat ke permukaan.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana dampak media massa terhadap kehidupan masyarakat?
2.      Apa saja pengaruh Media Massa terhadap pergaulan?
3.      Seberapa kuat pengaruh media massa terhadap gaya hidup seseorang?
4.      Bagaimana dampak kepada sychologisnya (kejiwaannya)?
C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui dampak media massa terhadap kehidupan masyarakat.
2.      Untuk mengetahui pengaruh media massa terhadap pergaulan, terutama anak remaja.
3.      Untuk mengetahui seberap kuat pengaruh media massa terhadap gaya hidup seseorang.
4.      Untuk mengetahui dampak sychologisnya, terutam terhadap anak-anak dan remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tinjauan Literatur
1. Teori Kontemporer Mengenai Pengaruh Media Massa
Pengaruh media terhadap masyarakat telah menumbuhkan pembaharuan-pembaharuan yang cepat dalam masyarakat. Pembaharuan yang berwujud perubahan ada yang ke arah negatif dan ada yang ke arah positif.  Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa teori kontemporer yang berkaitan dengan pengaruh komunikasi massa yang digolongkan dalam empat bagian, yaitu:
Ø  Teori Perbedaan Individu
Menurut teori ini terdapat kecendrungan baru dalam pembentukan watak sesorang melalui proses belajar. Adanya perbedaan pola pikir dan motivasi didasarkan pada pengalaman belajar. Perbedaan individu disebabkan karena perbedaan lingkungan yang menghasilakan perbedaan pandangan dalam menghadapi sesuatu. Lingkungan akan mempengaruhi sikap, nilai-nilai serta kepercayaan yang mendasari kepribadian mereka dalam menaggapi informasi yang datang. Dengan demikian pengaruh media terhadap individu akan berbeda-beda satu sama lain.
Ø  Teori Penggolongan Sosial
Penggolongan sosial lebih didasarkan pada tingkat penghasilan, seks, pendidikan, tempat tinggal maupun agama. Dalam teori ini dikatakan bahwa masyarakat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang cenderung sama akan membentuk sikap-sikap yang sama dalam menghadapi stimuli tertentu. Persamaan ini berpengaruh terhadap tanggapan mereka dalam menerima pesan yang disampaikan media massa.
Ø  Teori Hubungan Sosial
Menurut teori ini kebanyakan masyarakat menerima pesan yang disampaikan media banyak di peroleh melalui hubungan atau kontak dengan orang lain dari pada menerima langsung dari media massa. Dalam hal ini hubungan antar pribadi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyampaian informasi oleh media.
Ø  Teori Norma-Norma Budaya
Teori ini menganggap bahwa pesan/informasi yang disampaikan oleh media massa dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda oleh masyarakat sesuai dengan budayanya. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa media mempengaruhi sikap individu tersebut. Ada beberapa cara yang ditempuh oleh media massa dalam mempengaruhi norma-norma budaya. Pertama, informasi yang disampaikan dapat memperkuat pola-pola budaya yang berlaku serta meyakinkan masyarakat bahwa budaya tersebut masih berlaku dan harus di patuhi. Kedua, media massa dapat menciptakan budaya-budaya baru yang dapat melengkapi atau menyempurnakan budaya lama yang tidak bertentangan. Ketiga, media massa dapat merubah norma-norma budaya yang telah ada dan berlaku sejak lama serta mengubah perilaku masyarakat itu sendiri.
2. Teori Media Ekuasi
Teori Media Ekuasi (The Media Equation Theory) dikemukakan oleh Byron Reeves dan Clifford Nass melalui tulisan mereka yang berjudul The Media Equation : How People Treat Computers, Television, and New Media Like Real People and Places. Keduanya merupakan profesor di jurusan Komunikasi Universitas Stanford Amerika. Berdasarkan teori persamaan media ini (teori ekuasi) Reeves dan Nass menggambarkan persoalan bagaimana orang-orang secara tidak sadar bahkan secara otomatis merespon apa yang dikomunikasikan media, seolah media itu manusia.
Teori persamaan media dari Reeves dan Nass ini mencoba memperlihatkan bahwa media juga bisa diajak berbicara. Media bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to face. Dalam teori persamaan ini, media dianggap sebagai bagian dari kehidupan nyata (media and the real life are the same).
Berdasarkan research program yang akan dipaparkan di bawah ini, Reeves dan Nass yakin bahwa orang memperlakukan media komunikasi seperti memperlakukan manusia.
Ø  The Media Equation : Media = Real Life
Dalam bukunya, The Media Equation, Reeves dan Nass menggagas bahwa kita menanggapi (response) media komunikasi seolah-olah media itu hidup. Implikasi praktis dari media equation ini adalah ketika kita menyalakan TV atau komputer kita, kita mengikuti aturan dari interpersonal interaction yang kita lalui selama hidup kita. Ini adalah human-media relations. Reeves dan Nass mengatakan bahwa media equation ini sifatnya sangat basic atau mendasar, jadi, “it applies to everyone, it applies often, and it is highly consequential”.
Ø  Beyond Intuition that Protests: “Not Me, I Know A Picture Is Not A Person”
Ketika kita menonton TV atau browsing internet, tidak seorangpun dari kita yang akan mengakui bahwa kita sebenarnya tengah merespons gambar-gambar di layar seolah-olah gambar-gambar itu nyata. Kita tahu bahwa yang ada di layar adalah gambar-gambar imajiner atau hanya representasi dari benda aslinya. Reeves dan Nass menyatakan sebaliknya. Keduanya menyatakan bahwa sebenarnya orang merespons media secara sosial (socially) dan alami (naturally), meskipun mereka-mereka tahu itu adalah hal yang tidak masuk akal untuk dilakukan , dan meskipun mereka tidak berpikir bahwa respons itu mencirikan diri mereka sendiri. Suatu kondisi di mana perilaku kita tidak dipengaruhi atau disesuaikan dengan situasi yang kita alami. Di satu sisi kita bilang “not me” yang merepresentasikan bahwa kita adalah makhluk independen dan kita sadar bahwa yang kita lihat adalah buatan. Di sisi lain, kita menanggapi gambar-gambar itu seperti kita tengah melakukan interaksi interpersonal dengan seseorang.
Ø  Otak Lama Dibodohi Teknologi Baru
Untuk menjelaskan alasan mengapa manusia menanggapi media secara sosial dan alami, Reeves dan Nass menggunakan teori langkah evolusi yang lambat. Menurut mereka, otak manusia terlibat hanya dalam aktivitas dan perilaku sosial, dan melihat semua objek yang dirasakan adalah benda nyata. Apapun yang kelihatan nyata, menjadi benar-benar nyata. Jadi sebenarnya kita belum beradaptasi dengan keberadaan media baru sehingga apapun yang kelihatan nyata, dipersonifikasikan oleh kita.
Orang tentu saja bisa berpikir bahwa diri mereka tidak primitif dan tidak dapat begitu saja dikontrol media. Misalnya ketika kita menonton film horror, kita terus berusaha menghilangkan rasa takut atau rasa sedih kita dengan berkata pada diri sendiri, “ini tidak nyata. Ini tidak nyata. Ini bohong”. Namun sayangnya, jarang sekali kita melakukan itu. Kalaupun kita berusaha melakukannya, kita tidak mampu melakukannya secara konsisten atau terus-menerus ketika gambar-gambar dan suara-suara itu ada tepat di hadapan kita.
Dalam teori persamaan media ini, media seperti televisi dan komputer diberlakukan layaknya aktor sosial. Aturan yang biasanya berlaku dan mempengaruhi perilaku setiap hari individu-individu dalam berinteraksi dengan orang lain relatif sama ketika orang-orang berinteraksi dengan komputer ataupun televisi. Begitu pula dengan persoalan-persoalan sosial. Ketika orang berinteraksi dengan orang lain karena kesamaan visi misi, keyakinan, status sosial, kebutuhan, atau kepercayaan. Interaksi antara orang dengan media juga berlaku seperti itu. Saat kita menonton televisi, kita cenderung memilih tayangan yang memenuhi kebutuhan kita. Saat kita mengakses internet melalui komputer pun, kita cenderung lebih mementingkan kebutuhan dan kepercayaan kita.
Selain hal-hal yang berdekatan dengan kehidupan sosial, secara mengejutkan dalam hasil penelitiannya, sebagaimana dikutip Griffin, Reeves dan Nass menyatakan bahwa, “Media are full partiscipants in our social and natural world.” (Griffin, 2003:405). Bagi Reeves dan Nass, media lebih dari sekedar “tool”. Jika McLuhan mengatakan bahwa media adalah suatu alat, dan kemudian alat itulah yang membentuk kita, namun Reeves dan Nass menyatakan bahwa media lebih dari itu. Bagi mereka yang dinamakan sebagai “tool” sebagai “hardware” yang bisa dibeli di toko. Sedangkan media, selama ini tidak bisa disamakan dengan perangkat keras yang mati. Karena media juga memberikan kontribusi dan pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan manusia. Mereka juga memberikan penekanan bahwa yang diberikan melalui televisi, komputer, dan bentuk-bentuk media lainnya adalah sebuah realitas virtual. Oleh karenanya, media bukan hanya sekedar “tool”.
B.     Perubahan Gaya Hidup Akibat Media Massa
Keberadaaan media massa dalam menyajikan informasi cenderung memicu perubahan serta banyak membawa pengaruh pada penetapan pola hidup masyarakat. Beragam informasi yang disajikan dinilai dapat memberi pengaruh yang berwujud positif dan negatif. Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan masyarakat terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.
Media memperlihatkan pada masyarakat bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, sehingga secara tidak langsung menyebabkan masyarakat menilai apakah lingkungan mereka sudah layak atau apakah ia telah memenuhi standar tersebut dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang di lihat, didengar dan dibaca dari media. Pesan/informasi yang disampaikan oleh media bisa jadi mendukung masyarakat menjadi lebih baik, membuat masyarakat merasa senang akan diri mereka, merasa cukup atau sebaliknya mengempiskan kepercayaan dirinya atau merasa rendah dari yang lain.
Pergeseran pola tingkah laku yang diakibatkan oleh media massa dapat terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Wujud perubahan pola tingkah laku lainnya yaitu gaya hidup. Perubahan gaya hidup dalam hal peniruan atau imitasi secara berlebihan terhadap diri seorang firgur yang sedang diidolakan berdasarkan informasi yang diperoleh dari media. Biasanya seseorang akan meniru segala sesuatu yang berhubungan dengan idolanya tersebut baik dalam hal berpakaian, berpenampilan, potongan rambutnya ataupun cara berbicara yang mencerminkan diri idolanya (Trimarsanto, 1993:8). Hal tersebut diatas cenderung lebih berpengaruh terhadap generasi muda.
Secara sosio-psikologis, arus informasi yang terus menerpa kehidupan kita akan menimbulkan berbagai pengaruh terhadap perkembangan jiwa, khususnya untuk anak-anak dan remaja. Pola perilaku mereka, sedikit demi sedikit dipengaruhi oleh apa yang mereka terima yang mungkin melenceng dari tahap perkembangan jiwa maupun norma-norma yang berlaku. Hal ini dapat terjadi bila tayangan atau informasi yang mestinya di konsumsi oleh orang dewasa sempat ditonton oleh anak-anak (Amini, 1993).
Dampak yang ditimbulkan media massa bisa beraneka ragam diantaranya terjadinya perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial atau nilai-nilai budaya. Di jaman modern ini umumnya masyarakat menganggap hal tersebut bukanlah hal yang melanggar norma, tetapi menganggap bagian dari trend massa kini. Selain itu juga, perkembangan media massa yang teramat pesat dan dapat dinikmati dengan mudah mengakibatkan masyarakat cenderung berpikir praktis.
Dampak lainnya yaitu adanya kecenderungan makin meningkatnya pola hidup konsumerisme. Dengan perkembangan media massa apalagi dengan munculnya media massa elektronik (media massa modern) sedikit banyak membuat masyarakat senantiasa diliputi perasaan tidak puas dan bergaya hidup yang serba instant Gaya hidup seperti ini tanpa sadar akan membunuh kreatifitas yang ada dalam diri kita dikemudian hari.
Rubrik dari layar TV dan media lainnya yang menyajikan begitu banyak unsur-unsur kenikmatan dari pagi hingga larut malam membuat menurunnya minat belajar dikalangan generasi muda. Dari hal tersebut terlihat bahwa budaya dan pola tingkah laku yang sudah lama tertanam dalam kehidupan masyarakat mulai pudar dan sedikit demi sedikit mulai diambil perannya oleh media massa dalam menyajikan informasi-informasi yang berasal dari jaringan nasional maupun dari luar negeri yang terkadang kurang pas dengan budaya kita sebagai bangsa timur.
C.    Analisis Pengaruh Media Massa Terhadap Gaya Hidup
Ada tiga hal yang dapat menjelaskan pengaruh media terhadap perilaku masyarakat. Pertama, Pesan-pesan komunikasi massa dapat memperkokoh pola-pola budaya yang berlaku. Kedua, media dapat menciptakan pola-pola budaya baru yang tidak bertentangan dengan pola budaya yang ada. Ketiga, media massa dapat merubah norma-norma budaya yang berlaku dimana perilaku individu-individu dalam masyarakat dirubah sama sekali (De Fleur, 1991:8). Media massa, lanjut Hartman dan Husband (1974) biasa menyajikan sejumlah pandangan, tentang mana yang normal, mana yang disetujui atau yang tidak disetujui. Pandangan ini kemudian diserap oleh individu-individu ke dalam cara pandang khalayak.
Ø  Efek Media dan Gaya Hidup
Efek media, sebagian besar merupakan efek yang dikehendaki komunikator : efek-efek bersifat jangka pendek (segera dan temporer); efek-efek itu ada kaitannya dengan perubahan-perubahan sikap, pengetahuan maupun tingkah laku dalam individu: efek-efek itu secara relatif tidak diperantarai. Secara keseluruhan, efek-efek tersebut ada hubungannya dengan pemikiran tentang suatu “propaganda” (usaha-usaha sadar atau terencana dalam menggunakan media massa untuk tujuan-tujuan motivasional atau informasional).
Suatu gaya hidup yang meluber lewat komunikasi massa ini melahirkan pola kehidupan yang demokratis, artinya, suatu gaya hidup tidak lagi menjadi privilege suatu kelompok dalam stratifikasi sosial. Dalam konteks kebudayaan massa, atau biasa juga disebut kebudayaan populer, masyarakat menjadi homogen. Siapa saja dapat mengambil alihnya, dari strata manapun ia berasal, pada saat ia bermaksud mengidentifikasikan dirinya ke dalam kelompok sosial yang dicitrakan oleh kebudayaan massa tersebut.
Sentuhan budaya tidak langsung tetapi sangat kuat pengaruhnya, adalah penyebaran informasi dan jaringan komunikasi yang semakin luas jangkauannya. Dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, pengaruh media massa kini tidak terbatas di arena-arena sosial yang terbuka dan bersifat umum,. Melalui siaran radio dan televisi, televisi global, antena parabola, dan internet pengaruh kebudayaan asing bisa menyusup ke kamar tidur, menembus dinding-dinding tembok rumah. Tidaklah mengherankan kalau siaran televisi dan radio maupun media cetak, serta internet yang tidak mengenal batas-batas lingkungan sosial politik, kebudayaan maupun geografis itu mengundang reaksi kuat di kalangan masyarakat umum. Meningkatnya intensitas arus informasi komunikasi itu menimbulkan pertanyaan sampai berapa jauh pengaruhnya terhadap kehidupan sosial kebudayaan masyarakat.
Ø  Genre Kaum Muda
Kampus tempat berkumpulnya kaum muda dari berbagai kalangan adalah sebuah miniatur bagi society yang terus berkembang. Perkembangan yang ada di dalamnya layak dicermati guna mendapatkan potret yang lebih jelas tentang pengaruh media pada gaya hidup. Kita tidak pernah mengalami kesulitan manakala hendak melihat mahasiswa/i yang memberi “warna rambutnya”. ”rambut gimbal”, ”rambut acak-acakan tidak disisir rapi.” Tidak jarang kita menjumpai mereka dengan celana “jeans yang robek-robek” dipangkal paha. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang datang kuliah dengan pakaian ala “ibu-ibu atau tante-tante“, dan “berdandan ala pesta”. Hal lain adalah penggunaan bahasa, kosa kata banci ”bergaya lemas dan manja” merebak dalam percakapan harian mereka, itulah gaya kaula muda.
Sosiolog humanis, Peter L. Berger dalam Ibrahim (1997:226) menyebut gejala demikian sebagai munculnya “urbanisasi kesadaran”. Fenomena kesadaran yang telah terurbanisasikan tersebut disebabkan kemajuan pesat teknologi komunikasi / informasi yang pada gilirannya telah menciptakan wajah baru industrilisasi dan terus merembes ke alam bawah sadar masyarakat sebagai industri kesadaran yang menurut Dennis McQuaill telah mengendalikan publik massa baru. Orang desa bisa terkotakan gaya hidupnya meskipun mereka tidak pernah ke kota. Orang bisa menjadi Barat atau terbaratkan sekalipun mereka belum pernah ke Barat.
Sebuah kelas yang mewariskan suatu genre generasi muda yang memandang bahwa keremajaan atau ke(pe)mudaan merupakan sesuatu yang menarik. Namun mereka menarik bukan karena potensialitas keremajaannya, tapi lebih karena pasar. Mengingat jumlah mereka yang tidak kecil maka semua pemasaran produk budaya massa mulai dari pakaian, makanan, asesoris, bahkan bahasa, dan perangkat artifisial ditujukan pada mahasiswa (kaum yang mewakili pemuda).
Menurut Ibrahim (19-97-227) fenomena kawula muda memang lebih menarik untuk ditonton dan dipertontonkan, seperti kisah-kasih atau percintaan dan sukses mereka yang sering menjadi latar dan setting cerita dalam berbagai lakon sinetron. Latar kehidupan yang dibayangkan sering tanpa kedalaman. Sukses dan prestasi dianggap sebagai sesuatu yang instant seketika. Tak pernah mereka mempermasalahkan kesulitan ekonomi. Keluar masuk rumah dan mobil mewah adalah ciri mereka. Kalau pria, mereka dicitrakan “Inilah pria idaman”: tampan gesit; Kalau wanitanya, dilukiskan “wanita yang lembut”; cantik manja.
Kita bangga kalau melihat kawula muda masa kini yang selalu ceria dan tertawa riang. Baru saja mereka saling memikat di pusat perbelanjaan, lalu mereka kencan di pantai, tiba-tiba mereka sudah berdasi di kantor dengan setumpuk map. Sambil tertawa-tawa mendapat tender besar mereka pecahkan semua problem. Seakan-akan dunia ini tanpa masalah. Demikian gambaran suatu cerita sinetron yang menghiasi layar-layar kaca kita.
Gaya hidup enak dan kemudahan-kemudahan selalu terlukis kalau melihat “genre” budaya anak muda ini. Sebagai kawula muda yang kebetulan tengah “menganggur” dan kebetulan juga punya banyak waktu dan duit, mereka punya banyak teman. Dunia hiburan seperti dugem, diskotik, karaoke, identik dengan gaya hidup kawula muda.
Ø  Kosmopolitanisme Gaya Hidup
Kosmopolitanisme dan globalisasi gaya hidup yang sering dinisbatkan sebagai imprialisme budaya atau imprialisme media, telah sering dicap sebagai ciri Amerikanisasi kelompok kelas menengah ini. Gaya hidup seperti tampak pada sejumlah kawula muda sebagai suatu “genre” pendukung budaya massa terus merembes bahkan sampai ke kampus-kampus universitas/institut/akademi yang semula dianggap memiliki pertahanan budaya dan intelektualitas yang prima.
Sebab, bagaimana mungkin mahasiswa sekarang sampai merasa perlu menyelenggarakan acara-acara semisal “Gebyar Kampus”, “Rally kampus”, Konser Rock”, “Pekan Promo” (mungkin ini pengaruh Posmodernisme yang dipelesetkan menjadi Promo) atau pemilihan semacam “putra/putri kampus”, yang dengan diam-diam menanamkan kesadaran bahwa kriteria kecerdasan itu berhubungan erat dengan kecantikan/ketampanan. Padahal di balik itu, semua orang tahu, kita tidak usah terlalu cerdas hanya untuk memahaminya bahwa yang beroperasi adalah propaganda pasar kapitalis industrial yang menjadikan tubuh sebagai pusat kesadaran.
Media, ungkap Malik dalam Sihabudin (1999: 3), telah menjadi semacam tirani kognitif yang terus memiskinkan elemen-elemen budaya tradisionil, terutama yang berlandaskan agama. Fenomena kolonialisme budaya lewat media massa semakin membuktikan kenyataan itu. Sebagai contoh, acara “realigi” , “termehek mehek,” dan beberapa acara sejenis itu, menarik untuk disimak. Program ini secara sistematis menayangkan kasus-kasus kehidupan keluarga, yaitu kasus istri dipukul suami, suami gemar serong, hidup melajang, perilaku seks menyimpang (gay dan lesbian), dan sebagainya.
Melihat majalah Popular, televisi, dan radio yang mengumbar konsultasi seks, yang menganggap hubungan suami istri sebagai instrumen alat-alat mekanis yang harus dipreteli dan dibuka sebebas-bebasnya (Ibrahim, 1997:227).
Menurut Jones dalam Singarimbun (1997:210) film, musik, radio, bacaan, dan TV mengajarkan kepada mereka bahwa seks itu romantis, merangsang, dan menggairahkan. Demikian salah satu gaya hidup yang ditawarkan media. Lull (19¬98:84) berpendapat, media massa komersial amat mempercepat dan mendiversifikasikan pengaruh kekuasaan budaya.
Kekuasaan budaya,yang saya maksudkan di sini kemampuan untuk mendefinisikan suatu situasi secara budaya. Kekuasaan budaya adalah kemampuan individu dan kelompok untuk memproduksi makna dan membangun cara hidup yang menarik bagi indra, emosi, dan pemikiran mengenai diri sendiri dan orang lain.
Hal ini menyerupai apa yang Anthony Giddens namakan “politik kehidupan suatu politik pemilihan gaya hidup keputusan dalam hidup.” Kekuasaan budaya dijalankan ketika orang-orang menggunakan tampilan-tampilan simbolik, termasuk asosiasi-asosiasi ideologis dan budaya yang sistematik, struktur otoritas, dan peraturan yang mendasarinya, dalam strategi aksi budaya. Memang benar bahwa citra-citra simbolik melalui media mula-mula dikuatkan secara budaya dengan cara lembaga sponsor mengorganisir dan menyajikan citra-citra itu. Tak heran kalau produksi makna dan nilai-nilai juga dikuasai dan dikondisikan oleh agen-agen tersebut, yang legitimasi kekuasaannya dimotori oleh sistem komunikasi massa. Lull (1998:84).
Dalam mendukung gaya hidup baru itu orang butuh figur. Karena itu, para bintang yang disebut Akbar S Ahmed dalam Ibrahim (19¬97:26) sebagai “filosof of pop budaya pascamodern” seperti Michael Jackson atau Madonna “disembah” di mana-mana. Madonna adalah contoh ketika komodifikasi tubuh menemukan ruang pemadatannya. Ia menjadi figur fantasi yang memutar balikan relasi tanda-tanda mengenai seksualitas, kekuasaan, dan ambiguitas gender.
Jika dikaitkan dengan pokok tulisan ini, tidak menutup kemungkinan ekspose yang dilakukan media mengenai gaya hidup para idola, dan kaum selebritas. Ketika melihat fenomena “berkuasa”nya “icon pop” seperti Madonna, yang daya tarik “tubuh”-nya telah menggairahkan orang yang melihatnya. Langsung tidak langsung dapat menempatkan perilaku yang dianggap menyimpang bisa dapat dipermisifkan oleh gencarnya ekspose media massa.
Gerakan dan perkembangan zaman cukup menambah kadar keberanian para kaum muda memperlihatkan eksistensi mereka dalam bentuk icon kultur pop. Pendobrakan itu muncul ke permukaan dalam bentuk komunikasi pergaulan menengah atas, seni desain dan pertunjukkan. Perhatikan saja kosa kata banci yang merebak di kalangan anak muda Jakarta atau Bali, dan gaya “lemas” para performer di panggung-panggung kafe atau restoran.
Akhirnya, media, seperti dikatakan Jatman (1997: 127) telah menciptakan estetikanya sendiri. Ia tidak hanya dianggap sebagai agen kebudayaan, tetapi ia adalah kebudayaan itu sendiri. Artinya ketika kebiasaan kaum elit yang dalam hal ini adalah para publik figur masuk dalam media ia menjelma sebagai pop culture. Hal ini diperkuat oleh Ade Armando bahwa media turut menset agenda kehidupan konsumen termasuk mempengaruhi apa yang dianggap penting dan tidak penting, apa yang halal, dan haram, apa yang bisa dinikmati dan tidak, melalui proses pembiasan. Sehingga, gaya hidup secara luas dapat kita katakan terbentuk dari pesan media massa yang masuk secara bertubi-tubi dalam kehidupan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Media massa pada umunya merupakan sektor pranata modern, yang sampai batas tertentu adalah asing untuk negara dan kebudayaan negara ketiga. Untuk memasukkannya diperlukan baik oleh alhi teknologi maupun kemampuan adaptasinya terhadap kebutuhan dunia ketiga (Tharpe, 1992). Secara umum media massa merupakan sarana penyampaian informasi dari sumber informasi (komunikator) kepada penerima informasi (komunikan).
Informasi-informasi yang diterima dari media tersebut mempengaruhi kehidupan sosial budaya suatu masyarakat baik dalam persepsi sikap serta perilaku hidupnya. Dari pejelasan-penjelasan diatas, secara tersirat kehadiran media massa telah memunculkan suatu budaya baru yang menginginkan masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap budaya tersebut. Budaya ini dikenal dengan sebagai budaya populer atau budaya pop (Sugihin,1991).Penyesuaian sikap masyarakat terhadap budaya populer ini menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam seluruh dimensi kehidupan masyarakat dan menuntut masyarakat untuk beralih dari masyarkat tradisional menuju ke masyarakat dengan pola hidup modern.
Keberadaaan media massa dalam menyajikan informasi cenderung memicu perubahan serta banyak membawa pengaruh pada penetapan pola hidup masyarakat. Beragam informasi yang disajikan dinilai dapat memberi pengaruh yang berwujud positif dan negatif. Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan masyarakat terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.
Dampak yang paling kontras dirasakan dikalangan masyarakat ialah perubahan gaya hidup  dan pola tingkah laku yang menuntut masyarakat bersikap serba instant sehingga menyebabkan terjadi pergeseran nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat. Media massa mempengaruhi gaya hidup masyarakat untuk menjadi serupa dengan apa yang disajikan oleh media. Sadar atau tidak masyarakat pun masuk kedalamnya bahkan menuntut lebih dari itu. Kehadiran media massa dirasakan lebih berpengaruh terhadap generasi muda yang sedang berada dalam tahap pencarian jati diri.
Media memperlihatkan pada masyarakat bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, sehingga secara tidak langsung menyebabkan masyarakat menilai apakah lingkungan mereka sudah layak atau apakah ia telah memenuhi standar tersebut dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang di lihat, didengar dan dibaca dari media. Pesan/informasi yang disampaikan oleh media bisa jadi mendukung masyarakat menjadi lebih baik, membuat masyarakat merasa senang akan diri mereka, merasa cukup atau sebaliknya mengempiskan kepercayaan dirinya atau merasa rendah dari yang lain.
Pergeseran pola tingkah laku yang diakibatkan oleh media massa dapat terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Wujud perubahan pola tingkah laku lainnya yaitu gaya hidup. Perubahan gaya hidup dalam hal peniruan atau imitasi secara berlebihan terhadap diri seorang firgur yang sedang diidolakan berdasarkan informasi yang diperoleh dari media. Biasanya seseorang akan meniru segala sesuatu yang berhubungan dengan idolanya tersebut baik dalam hal berpakaian, berpenampilan, potongan rambutnya ataupun cara berbicara yang mencerminkan diri idolanya (Trimarsanto, 1993:8). Hal tersebut diatas cenderung lebih berpengaruh terhadap generasi muda.
Secara sosio-psikologis, arus informasi yang terus menerpa kehidupan kita akan menimbulkan berbagai pengaruh terhadap perkembangan jiwa, khususnya untuk anak-anak dan remaja. Pola perilaku mereka, sedikit demi sedikit dipengaruhi oleh apa yang mereka terima yang mungkin melenceng dari tahap perkembangan jiwa maupun norma-norma yang berlaku. Hal ini dapat terjadi bila taayangan atau informasi yang mestinya di konsumsi oleh orang dewasa sempat ditonton oleh anak-anak (Amini, 1993).
Dampak yang ditimbulkan media massa bisa beraneka ragam diantaranya  terjadinya perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial  atau nilai-nilai budaya. Di jaman modern ini umumnya masyarakat menganggap hal tersebut bukanlah hal yang melanggar norma, tetapi menganggap bagian dari trend massa kini. Selain itu juga, perkembangan media massa yang teramat pesat dan dapat dinikmati dengan mudah mengakibatkan masyarakat cenderung berpikir praktis.
Dampak lainnya yaitu adanya kecenderungan makin meningkatnya pola hidup konsumerisme. Dengan perkembangan media massa apalagi dengan munculnya media massa elektronik (media massa modern) sedikit banyak membuat masyarakat senantiasa diliputi prerasaan tidak puas dan bergaya hidup yang serba instant Gaya hidup seperti ini tanpa sadar akan membunuh kreatifitas yang ada dalam diri kita dikemudian hari.
Rubrik dari layar TV dan media lainnya yang menyajikan begitu banyak unsur-unsur kenikmatan dari pagi hingga larut malam membuat menurunnya minat belajar dikalangan generasi muda. Dari hal tersebut terlihat bahwa budaya dan pola tingkah laku yang sudah lama tertanam dalam kehidupan masyarakat mulai pudar dan sedikit demi sedikit mulai diambil perannya oleh media massa dalam menyajikan informasi-informasi yang berasal dari jaringan nasional maupun dari luar negeri yang terkadang kurang pas dengan budaya kita sebagai bangsa timur.
B.  Saran
Lembaga-lembaga pemerintah yang bertugas memantau setiap penayangan media massa, harus bekerja ektras keras untuk membatasi hal-hal dari rubric-rubrik media massa yang dapat berdampak buruk bagi budaya bangsa. Orang tua perlu membimbing anak-anaknya dalam menonton setiap program acara atau informasi yang disajikan media massa, terutama untuk anak-anak yang masih dibawah umur perlu didampingi oleh orang tuanya.
Pihak dari media massa harus lebih memperhatikan rubrik yang akan disajikan dan sebaiknya menyajikan rubrik yang mendidik sehingga dapat memberi pengaruh yang positif bagi masyarakat.
Pemerintah dan media massa seharusnya menguatkan budaya bangsa pada diri generasi muda sebagai generasi bangsa. Terutama media massa, karena para pemegang instansi media massa mampu menciptakan program-program menarik mengeani budaya bangsa, sehingga dapat dianggap tren oleh masyarakat bangsanya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
v  Purwasito, Andrik. 1993. Pengaruh TV dan Cara Menyikapinya. Kedaulatan Rakyat: Sabtu, 6 Maret.
v  Debora, Christin. 2009. Pengaruh Media Massa Dalam Perubahan Sosial. 26 Maret.
v  Doktor dalam Kajian Komunikasi Pembangunan dan Dekan FISIP Untirta. 2011. Media dan trend gaya hidup, 14 Maret.